Untukmu, Sulit Melupakanmu

Unik, aneh tapi katanya nyata bukan didramatisir. Seorang kawan beberapa hari lalu mengirimkan sebuah catatan ke email. Dia bilang, “Masbro.. tolong diupdate di facebook ente, ini nyata. Tapi ndak usah tanya siapa orangnya. Yang penting bisa buat pelajaran bagi kamu”. Saya bales, “Oche bos… All is well”. Anda pun bisa membacanya.

Mari, salam Arif. []

Sulit melupakannya. Sulit meninggalkannya. Selalu terbayang. Selalu teringat. Raut wajahnya membayangi hidup. Bayang-bayangnya mengikuti langkah kemana pergi. Indah. Anggun. Mempesona. Membuatku terpana.

Bundanya juga, berikan perhatian yang lebih. Lebih daripada anak-anaknya. Setiap pagi usai sholat tahajud membangunkan. Menyapa dan menanyakan kabar berita. Kesehatan dan kegiatan. Menjadi pertanyaan hangat setiap pagi.

Itulah bidadariku. Tengah dalam perjuangan. Mencari jati diri. Menatap masa depan. Susah, cemas dan kadang derita pun ia jalani dengan riang. Begitulah aku mengajarinya. Karena aku ia menjadi orang yang tangguh. Menjadi buah impian yang tak mengecewakan.

Terkadang aku keras. Terkadang aku manja. Terkadang aku banyak peraturan. Tapi aku selalu menyayanginya. Karena ia telah menjadi belahan hatiku. Aku merasa nyaman. Merasa bahagia saat dekat dengannya. 

Namun, apalah aku. Aku pencemburu berat. Apa saja yang dilakukannya terkadang membuat aku resah. Gelisah dan gundah di hatiku. Aku mengerti, dia belum menjadi siapa-siapa aku sebelum aku meminangnya. Dia boleh berbuat sesuka hatinya, asal tidak menyakiti hatiku. Karena aku juga tegas, memutuskan urusan yang harus aku putuskan.

Bisa saja aku memutuskannya, bila dia terus membuatku cemburu. Karena aku sudah berusaha sepenuhnya untuk tidak connect dengan akhwat manapun. Melaui via apa pun. Pernah suatu kali, ketika aku connect dengan salah satu temannya dan juga temanku, namun orang itu akhwat, dia menegurku, mengingatkan cintaku yang pernah aku ucapkan. Sejak itu tidak lagi aku mengulanginya. Padahal aku hanya bersapa teman tanpa ada apa-apa. Seperti yang ia Alaskan saat ini kepadaku.

Kini dia selalu mengatakan, “Walaupun kata-kata itu dan bentuk connectnya tidak macem-macem tetap tidak boleh kak?”. Begitu jawabnya ketika aku menginatkannya. Ah… aku merasa dihinakan, aku merasa tidak dihargai, aku kecewa kalu harus terus begini.

Aku akan diam, aku harus menyadari, aku bukan siapa-siapanya. Aku hanya meminta, bilalah ditolak aku pun akan menerima apa adanya. Aku hanya meminta, sekali lagi aku tegaskan, aku hanya meminta. Jangan protes bila ditolak. Aku siap dengan resiko yang pedih ini, walau hati terus didera duka, namun aku dapat mempersiapkannya terlebih dahulu. Aku akan tetap menjadi diriku. Tapi aku sakit. Tapi aku selalu berharap. Tapi aku menyayanginya.

Karena aku menyadari, ia tidak ingin dikekang seperti burung kutilang. Ia ingin bebas melakukan apa saja. Itulah masa muda yang ada dalam benaknya. Ia juga ingin berkicau dengan kawan sejawatnya, tanpa melihat siapa dan bagaimana mereka. Asal hati riang dan gembira, itulah yang ia inginkan.

Namun dalam otakku berbeda, aku ingin ia selalu melangkah lebih maju, dan jauh dari segala aktifitas semu. Aku ingin ia tangguh di mana pun ia pijakkan kakinya. Agar ia selalu bisa menjaga dan melecitkan seluruh potensi dirinya, berguna untuk bangsa dan agama, masa depan yang mulia, untuk ayah bundanya dan seluruh sanak saudaranya.

Indah dalam benakku. Namun mengekang dalam benaknya. Bagiku itu adalah sebuah aktifitas yang bermakna dan memperdayakan, tapi baginya adalah momok yang menghantui setiap jengkal langkahnya.

Barang kali ia sulit untuk mengucapkannya di depanku. Kini aku yang akan membuka jalan untuknya. Karena aku sayang dan ingin membuatnya bahagia. Walau aku sendiri pedih dan duka.

Biarlah berlalu yang sudah berlalu, biarlah berlalu seluruh apa yang aku berikan kepadamu. Kini aku menunggu kata-katamu. Menunggu ucapanmu yang tulus itu. Bukan ucapan hambar tak bermakna, hanya terucapkan oleh bibir dan silat lidah saja.

Biarkan aku, jangan kau fikirkan aku. Biarkan aku jangan kau hiraukan aku. Ucapkan kata hatimu. Keluarkan seluruh yang ada dalam dadamu. Katakana dengan jujur dan tulus. Apakah engkau merasa berat dengan semua yang aku lakukan.

Tapi, bukankah aku melakukan ini meniru apa yang kau lakukan. Ingatkah dahulu ketika aku sepertimu, dan kini sudah aku sudahi. Namun giliran kamu melakukannya, dan aku menegurnya, kau memberikan alasan belas kasih yang mengharap iba serta menenangkan jiwaku. Bahwa semua tidak akan terjadi apa-apa, hanyalah sapa dan tawa saja.

Saat mendengar itu, deg.. deg.. jantungku berdetak keras. Aku menyadari, aku belum siapa-siapanya. Aku sangat menyadari. Aku belum siapa-siapanya.

Biarlah. Biarlah. Biarlah berlalu bersama angin berhembus. Asal kamu bahagia, akan aku turuti semua yang kau inginkan. Bentuk tulusku. Walau aku harus sakit. Biarlah. Biarlah sayang. Lakukan saja. Biar masa yang menemukan kita. Bila aku masih kuat menahan seluruh tingkahmu, moga kita akan selalu bersatu. Namun bila aku tak lagi bisa bertahan, aku akan melihat dirimu bahagia dengan cucuran air mata. Karena selamanya aku akan mencintaimu. Cinta itu tulus. Demi Allah. Lakukan saja apa yang kau lakukan sayang.

Bila bundanya bertanya, akan aku jawab dengan sejujurnya. Memang aku adalah pencemburu. Aku tidak ingin kehilangan dirinya. Aku ingin menunaikan cinta ini hanya kepadanya. Karena sudah terlanjur cinta, melupakannya pun seakan tidak pernah ada dalam dada.

“Sayang, puaskah kau membuatku cemburu, aku menunggu kata-kata indahmu untuk meyakinkan hatiku”.

Selasa, 02/11/2011 M.

Begitulah, mereka. tapi saya selalu berharap ini hanya sensasi cinta saja dan mereka baikan. Karena ah, ndak tahu mau coment apa ... hehhehehee.. ^_^.

Salam Arif []

Share